Minggu, 29 Maret 2015

Tujuh Etos Kerja Muslim

Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini.
            Dalam suatu ungkapan dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.”
          Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi. Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
A)   Pengertian Etos Kerja
Abu Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat, karakter, kualitas hidup, moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang masyarakat.
Kerja adalah suatu aktivitas yang menghasilkan suatu karya. Karya yang dimaksud, berupa segala yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan, dan selalu berusaha menciptakan karya-karya lainnya.
B)   Hakekat Etos Kerja
            Ethos berasal dari bahasa Yunani yang  berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas  sesuatu.Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta  sistem nilai yang diyakininya.
            Etos kerja seorang muslim adalah  semangat untuk menapaki jalan lurus,  dalam hal mengambil keputusan pun,  para pemimpin harus memegang  amanah terutama para hakim.
C)   Prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam
1.    Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun cara menjalankannya. Dicontohkan orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan di pasar. Namun jika pedagang tersebut melakukan hal-hal yang tidak baik (membayakan orang lain) misalkan menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula halal menjadi haram (‘haram lighairihi’). Berbeda dengan orang yang berprofesi menjadi PSK. Mau dengan alasan apapun tetap profesi PSK adalah haram (‘haram lidzatihi’)
2.    Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Sebagai orang beriman dilarang menjadi beban orang lain (benalu). Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
3.    Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Karena memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah).
4.    Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di lingkungan sekitar.
Terdapat pada Al-Qur’an :
“Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Qs Al-Hadid: 7).
Allah bahkan menyebut orang yang rajin beribadah tetapi mengabaikan nasib kaum miskin dan yatim sebagai pendusta-pendusta agama (Qs Al-Ma’un: 1-3)
D)   Sikap Kerja Keras
Bekerja adalah bagian pokok dari hidup, hidup untuk bekerja dan bekerja untuk hidup, bekerja secara umum adalah semua aktifitas manusia untuk memperoleh/mencapai sesuatu. Allah swt. menciptakan alam ini untuk manusia, dan diantara tugas manusia adalah untuk menjadi khalifah.
Khalifah mengandung arti : pemimpin, mengolah, pemanfaat dan pelestari alam, fungsi manusia untuk mengolah dan melestarikan alam inilah yang mengharuskan untuk bekerja keras, sebab sebagian potensi alam baru dapat dimanfaatkan secara optimal bila telah diolah oleh manusia (dikerjakan).
Kerja keras adalah usaha maksimal untuk memenuhi keperluan hidup di dunia dan di akhirat disertai sikap optimis. Setiap orang wajib berikhtiar maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat. Kebutuhan hidup manusia baik jasmani maupun rohani harus terpenuhi. Kebutuhan jasmani antara lain makan, pakaian dan tempa tinggal sedangkan kebutuhan rohani diantaranya ilmu pengetahuan dan nasehat. Kebutuhan itu akan diperoleh dengan syarat apabila manusia mau bekerja keras dan berdo’a maka Allah pasti akan memberikan nikmat dan rizki-Nya. 

7 Etos Kerja Muslim
·         Pertama, melakukan pekerjaan dengan baik.

Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2] : 172).
Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang di antara kamu yang melakukan suatu pekerjaan dengan baik (ketekunan).” (HR. Al Baihaqi).
Dalam memilih seseorang untuk diserahi suatu tugas, Rasulullah saw melakukannya secara selektif, di antaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan, dan kedalaman ilmunya. Beliau juga selalu mengajak mereka agar tekun dalam menunaikan pekerjaan.
·         Kedua, takwa dalam melakukan pekerjaan.
Al-Quran banyak sekali mengajarkan kita agar takwa dalam setiap perkara dan pekerjaan. Jika Allah SWT ingin menyeru kepada orang-orang mukmin dengan nada panggilan seperti “wahai orang-orang yang beriman,” biasanya diikuti oleh ayat yang berorientasi pada kerja dengan muatan ketakwaan.
“…. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah [2] : 197).
Kerja mempunyai etika yang harus selalu diikutsertakan di dalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti adanya iman dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan tujuan akhirat dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti bukan sekedar memperoleh upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Etika bekerja yang disertai dengan ketakwaan merupakan tuntunan Islam.
·         Ketiga, adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah, tidak menipu, merampas, mengabaikan sesuatu, dan semena-mena.
Pekerja harus memiliki komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan kewajiban-kewajiban Allah, seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Di samping itu, mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja sehingga menjadi suatu tradisi kerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip agama.
·         Keempat, adanya keterikatan individu terhadap diri dan kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
Sikap ini muncul dari iman dan rasa takut individu terhadap Allah. Kesadaran ketuhanan dan spiritualitasnya mampu melahirkan sikap-sikap kerja positif. Kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun, serta akan menghisab seluruh amal perbuatannya secara adil dan fair, kemudian akan membalasnya dengan pahala atau siksaan di dunia.
Allah SWT berfirman:
“Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik,” (QS. Al-Kahfi [18] : 2).
·         Kelima, berusaha dengan cara halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Baik, mencintai yang baik, dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang diperintahkan kepada para utusan-Nya.” (H.R Muslim dan Tirmidzi).
“Mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim.” (H.R Ath Thabrani)
“Empat hal sekiranya ada pada diri anda maka sesuatu yang tidak ada pada diri anda (dari hal keduniaan) tidak membahayakan anda, yaitu menjaga amanah, berbicara benar, berperagai baik, dan iffah dalam hal makanan.” (HR. Ahmad dan Ath Thabrani)
·         Keenam, dilarang memaksakan (memforsir) seseorang, alat-alat produksi, atau binatang dalam bekerja.
Semua harus dipekerjakan secara proporsional dan wajar, misalnya tidak boleh mempekerjakan buruh atau hewan secara zhalim. Termasuk didalamnya penggunaan alat-alat produksi secara terus menerus. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak atas dirimu.”
Para ahli fiqih telah menegaskan pentingnya kasih sayang terhadap para pekerja dan hewan yang dipekerjakan. Mereka yang sadar amat memperhitungkan beban yang semestinya dipikul oleh para pekerja. Mereka melarang membebani binatang diluar kekuatannya. Mereka menyuruh para pekerja menurunkan barang-barang muatan dari atas punggung hewan yang mengangkutnya jika sedang istirahat, agar tidak membahayakan. Demikian pula terhadap alat-alat produksi.
·         Ketujuh, Islam tidak mengenal pekerjaan yang mendurhakai Allah.
Dalam bekerja tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti memeras bahan-bahan minuman keras, sebagai pencatat riba, pelayan bar, pekerja seks komersial (PSK), Narkoba, dan bekerja dengan penguasa yang menyuruh kejahatan seperti membunuh orang dan sebagainya.
Rasulullah saw bersabda :
“Tidak ada ketaatan terhadap makhluk untuk mendurhakai Sang Pencipta.” (HR. Ahmad bin Hambal dalam Musnad-Nya dan Hakim dalam Al Mustadraknya, kategori hadits shahih).